Rabu, 21 Maret 2012

BBM Naik, Indonesia Dilema


 

 
BBM naik lagi.
Berita ini marak menghiasi, koran, internet, blog, televisi, bahkan majalah-majalah (kecuali majalah gaul ya, hehehe). Pemerintah mengungkapkan bahwa inilah satu-satunya jalan untuk mengatasi pembengkakan APBN akibat subsidi BBM yang pemerintah keluarkan di 2012 nanti. Yang katanya semakin meningkatnya konsumen BBM dari hari ke hari, sedangkan harga minyak dunia sedang naik. Sejak pemerintah mengumumkan berita ini, sudah banyak sikap pro dan kontra yang di lontarkan masyarakat dalam menanggapi berita tersebut sampai sekarang. Dari survei yang ada, mayoritas masyarakat mengecam tindakan pemerintah. Mereka tidak setuju karena kenaikan BBM ini bakal memicu inflasi yang otomatis menaikkan harga khususnya bahan-bahan pokok. Membuat rakyat miskin menjadi semakin miskin. Setuju, karena subsidi BBM selama ini tidak terlalu banyak membantu rakyat kecil. Malahan golongan menngah ke atas yang paling banyak menikmatinya. Sisanya adalah tipe orang pasrah (baca: tidak tahu). Mungkin karena tidak mau berpusing-pusing tentang masalah BBM. Kalo naik ya sudah, kalo gak "Alhamdulillah yaa" :D
Akhirnya, pemerintah memutuskan memberikan dua opsi. Satu, tidak ada BBM subsidi, tapi nanti warga miskin dikasih angpao BLT. Dua, BBM subsidi tetap ada meski harus mengorbankan APBN, tapi juga ada pembatasan BBM bersubsidi.

Menurut pendapat saya sendiri, sebagai seorang mahasiswa (dari sudut pandang konsumen juga) yang tiap harinya menggunakan kendaraan roda dua untuk pergi kekampus. Kenaikan premium menyebabkan saya dilema (a.k.a galau) diantara setuju atau tidak. Jujur, jarak rumah saya dengan kampus itu sekitar 23 kilometer, pulang-balik jadi 46 km. Setiap harinya membutuhkan minimal 1 liter bensin. Kalo kamu bingung kenapa saya gak ngekost aja? Jawabannya itu sudah perintah dari orang tua, biasa anak kesayangan, haha (padahal alasan sebenarnya, mereka gak mau bayar babu lain untuk bantu-bantu dirumah)  http://www.emoticonizer.com

Dalam seminggu ada 5 hari kuliah. Dalam sebulan anggap aja ada 21 kali pergi kekampus. Trus biasanya saya paling lama 3 hari sekali isi bensin sebanyak 3 liter seharga Rp 4500,00. Total semuanya menjadi, tunggu sebentar! Saya ambil kalkulator dulu, hehe.
Oke semuanya Rp 94500,00 dengan asumsi harga premium lama. Kalo harganya naik Rp 6000,00/ per liter maka uang bensin naik menjadi Rp 126.000,00. Itu sudah paling hemat, dibandingkan dengan naik kendaraan umum (dari rumah saya kekampus menggunakan 3 kali angkot).
Ini mengakibatkan saya menjadi lebih miskin dari sebelumnya dengan asumsi uang bulanan tetap. Ini baru saya, belum lagi jutaan orang lainnya yang merasa seperti saya di seluruh Indonesia. Program seperti BLT yang hanya memberi Rp150.000,00 per bulan, gak bakal cukup untuk kebutuhan satu kepala keluarga. Kalo untuk saya sih cukup-cukup aja, haha.


Tapi menolak kenaikan BBM juga bukan tindakan yang paling benar, ya kan? Bukannya saya ini merasa mampu trus setuju-setuju aja dengan naiknya BBM. Saya yakin ini juga bukan sembarangan keputusan yang dibuat pemerintah. Pemerintah tidak hanya memikirkan per individu tapi jutaan populasi yang ada di Indonesia. Selama ini pemerintah membantu kita dengan memberikan sebagian dana APBN nya untuk masalah ini. Harga BBM dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter, sedangkan ongkos produksi 1 liter BBM bersubsidi sudah termasuk pajak dan biaya lainnya sebesar Rp. 8.200. Jadi, pemerintah mensubsidi BBM sebesar Rp. 3.700 untuk setiap liternya. Kalikan aja dengan banyaknya konsumen diseluruh Indonesia. Kalian akan tahu seberapa banyaknya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk itu. Padahal sebagian besar penikmat subsidi BBM ini adalah golongan menengah keatas.

Gak percaya?

Setiap kali saya pergi ke SPBU, banyak mobil-mobil pribadi yang antri di bagian "premium". Di bagian "pertamax" kosong melompong, jarang bahkan tidak ada mobil yang mau antri di bagian situ. Mas  mas penjaga pertamax enak-enakan duduk sambil baca koran :D. Mereka isi bensin itu gak cuman 1-2 liter lho, puluhan liter untuk tiap tangki mobil. Sudah berapa BBM bersubsidi yang hilang?
Saya sering ketawa kalo ngeliat spanduk di pom bensin yang bertuliskan "Terima Kasih Karena Tidak Menggunakan BBM Bersubsidi. BBM Bersubsidi Hanya Untuk Golongan Menengah ke Bawah" besar-besar. Padahal Honda Jazz, Toyota, Xenia (mirip nama teman, hehe), Suzuki X-Over, pokoknya nama mobil-mobil mewah melenggang dengan bebasnya di "premium" tanpa malu-malu.

Ironis.

Sebenarnya bukan hanya itu saja alasan pemerintah menaikkan BBM. Selain harga minyak dunia yang mahal dan masalah APBN, ternyata harga premium disini sangat murah ketimbang negara lainnya. Bisa dibaca disini. Karena masih murah, maka rawan penyelundupan BBM subsidi.
Jadi, gak ada alasan juga untuk menolak kenaikan BBM, kan? Apalagi maraknya penimbun dan pedagang eceran di pinggir jalan. Di pedagang eceran daerah tempat tinggal saya, sudah biasa menjual seharga Rp 6.000,00/per liter saat BBM masih Rp 4.500,00 di SPBU. Gak ada yang protes. Banyak aja yang beli karena alasan malas antri di pom bensin, sehingga rela-rela aja mengeluarkan kocek sebesar Rp 6.000,00 (setara dengan harga BBM non subsidi). 

Bagaimana dengan di desa-desa pelosok?

Harga BBM juga sama mahalnya, padahal penduduknya banyak yang tidak mampu. Jadi, budaya kenaikan BBM itu sudah lama terjadi di pedagang eceran jauh sebelum terjadinya berita ini. Ini juga menandakan BBM subsidi pembagiannya tidak merata, malah dijadikan bisnis oleh oknum-oknum tertentu sehingga harganya juga sama mahalnya. Lalu kenapa masyarakat shock saat pemerintah yang mengumumkan masalah ini secara resmi? Banyak juga yang melakukan demo massal?
Dalam pandangan saya sendiri, di balik bencana pasti ada peluang. Setiap masalah pasti ada jalan keluar dan solusinya. Ada beberapa saran yang menurut saya baik.

  1. Tidak apa-apa juga BBM naik, asal pemerintah bersih, dana subsidi APBN yang ada nanti bisa digunakan sebaik-baiknya untuk kesehatan, pendidikan, dll. Jangan karena kelebihan APBN lalu uangnya di korupsi. Sama aja bohong kan?
  2. Supaya biaya transportasi angkutan umum tidak ikutan naik, sebaiknya mereka saja yang di beri jatah BBM subsidi.
  3. Boleh juga ada pembatasan BBM subsidi. Kalo ngikutin negara Iran, mereka pake voucher buat jatah BBM. Satu kendaraan sudah ditetapkan berapa jatahnya, jadi lebih adil. Tapi Indonesia sudah siap belum dengan sistem kayak gitu?
  4. Galakkan hemat BBM. Bikin aturan three in one untuk mobil pribadi. Selain menghindari macet, juga akan mengurangi konsumsi BBM. Mengadakan angkutan umum yang aman, nyaman, dan murah. Kalo di Jakarta seperti Busway. Atau kereta api seperti di Amerika atau Jepang.
  5. Ini yang paling favorit. Pemerintah mewajibkan bersepeda. Selain ramah lingkungan, hemat BBM juga bikin badan sehat. Tapi rumah saya kan 23 km jauhnya? Yaudah gak papa, nanti saya langsung ngekost aja dekat kampus, jadi bersepedanya gak terlalu jauh, haha.

Sayang sekali, Indonesia salah satu peng-ekspor minyak bumi terbesar, malah mengalami kejadian seperti ini. Seandainya Indonesia lebih pintar, punya teknologi sendiri untuk mengolah minyak bumi. Pasti gak akan terpengaruh sama yang namanya harga minyak dunia. Biar aja punya mereka naik, kita gak masalah. Wong ini hasil produksi kita sendiri. Uhh! saya berdoa semoga secepatnya lahir seorang inovator untuk mengeluarkan Indonesia dari keterpurukan seperti ini di masa mendatang. Amin.
Jadi, hanya inilah analisa saya tentang BBM. Ini keluar dari hati nurani saya yang paaaliiiing dalam. Hiks! (maap, saya jadi terharu)
Maap bila banyak kata-kata saya yg di nilai tidak masuk akal untuk jenis artikel ilmiah semacam ini. Saya tidak se-intelek seperti menteri, atau pengamat ekonomi, hehe. http://www.emoticonizer.com

1 komentar:

  1. .
    saya sekedar sharing dari pengetahuan yg saya miliki.
    tahukah anda, hasil mentah minyak bumi kita diekspor ke negara lain lalu negara lain mengolah minyak mentah menjadi jenis2 bahan bakar seperti premium, pertamax dll. Jadilah ekonomi biaya tinggi.

    Negara kita hanya memiliki dua kilang pengolah minyak mentah, yaitu di cirebon dan cilacap. Kenapa tidak diperbanyak kilang pengolah minyak mentah untuk membuat harga premium / pertamax lebih rendah dan mengurangi subsidi ???

    tahukah anda, kita adalah negara yg mempunyai cadangan gas LPG sebesar seperlima dari cadangan gas dunia atau 20 % dari cadangan dunia ? Ini sama saja persamaannya dengan setengah cadangan minyak mentah Saudi Arabia terhadap dunia.

    Tahukah anda, LPG yg berbentuk gas akan menghasilkan endapan cair yg disebut kondensat? setiap gas jika mengalami proses kondensasi akan menimbulkan endapan cairan. Lihat korek api gas, itu adalah LPG bertekanan rendah. Cara mengetes adanya kondensat : anda ambil tabung gas di dapur yg sudah kosong, jemurlah tabung gas kosong itu dibawah sinar matahari seharian, lalu tes pasang ke kompor gas anda, nyalakan. maka gas yg berubah jadi cairan tadi (kondensat) jika terjemur panas akan berubah lagi menjadi gas.

    Karena itu tabung gas 3 kg pertama kali disuntik gas memang sebesar 3 kg tetapi makin sering disuntik gas akan menjadi berkurang sampai bahkan 2,5 kg, inilah yg sebenarnya gas subsidi pemerintah hanya 2,5 kg, yg setengah kg menjadi subsidi plus yg kita tidak tahu dinikmati siapa? subsidi gas pemerintah untuk setengah kg adalah 3000, bagaimana jika ada milyaran tabung gas ? silahkan anda hitung sendiri...

    Nah selama ini kilang gas banyak dioperasikan oleh perusahaan swasta atau malah asing daripada dioperasikan oleh Negara ? Mau dibawa kemana hasil gas kita ???

    batavia.indo@gmail.com

    BalasHapus